Perusahaan Lokal dan Perusahaan International

Tugas Bisnis Informatika




Nama    : Ralfatihanur Ziafiq Makpal

Kelas    : 2IA20

NPM    : 51420051




Perusahaan Lokal

1. PT DCI



     Dilansir dari website idnfinancials, PT. DCI Indonesia Tbk (DCII) didirikan pada tanggal 18 Juli 2011. Perusahaan ini terletak di Jakarta Selatan lebih tepatnya pada Equity Tower, lantai 17, Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53, RT.5/RW.3, Senayan, Kec. Kebayoran Baru.

     Perusahaan ini bergerak dalam bidang industri penyedia jasa aktivitas penyimpanan data di Server (hosting) dan aktivitas terkait lainnya. Layanan jasa utama yang disediakan Perusahaan yaitu berupa layanan ruang pusat data (colocation). Selain itu juga, DCI Indonesia dikenal sebagai penyedia data center terkemuka di Indonesia. Didirikan sebagai enabler untuk komunitas bisnis, DCI menyediakan Layanan Infrastruktur Data Center cloud dan carrier yang handal, terjaring dengan baik, dan dikelola dengan baik di Indonesia.

    Perusahaan ini mempunyai total 96 karyawan terhitung dari awal perusahaan tersebut beroperasi sampai pada 31 Agustus 2020, sampai saat ini belum ada konfirmasi dari perusahaan terkait pembaruan jumlah karyawan terbaru. Perusahaan ini bisa dikatakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, pernyataan ini didukung dengan fakta bahwa perusahaan tersebut memiliki banyak investor besar. Dilansir dari cnbcindonesia, perusahaan ini terdaftar saham di Bursa Efek Indonesia dengan nilai saham yang meroket pada tahun ini.

     Bicara masalah saham, perusahaan ini dalam segi keuangan tidak diragukan lagi dalam hal penyumbangan laba bagi Indonesia. Berdasarkan laporan keuangan yang telah dirilis, perusahaan ini mengantongi pendapatan sebesar Rp 759,37 miliar atau meningkat 55,01% dari tahun 2019 senilai Rp 489,86 miliar. Pendapatan dari colocation berkontribusi Rp 721,41 miliar dan pendapatan lain-lain menyumbang Rp 37,96 miliar. Beban pokok pendapatan DCI Indonesia juga tercatat 54,12% lebih besar dari Rp 252,59 miliar pada tahun 2019, menjadi Rp 389,29 miliar pada tahun 2020. Sehingga laba kotor perusahaan ini sebanyak Rp 370,08 miliar atau 55,97% lebih tinggi dari tahun sebelumnya.




    Untuk kestabilan saham pada perusahaan tersebut dapat dilihat pada gambar di atas, dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan ini mengalami kondisi buruk penurunan harga saham pada bulan Juli 2021. Hal ini dikarenakan terdapat masalah internal antara Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan perusahaan tersebut yang mengakibatkan tersuspensi nya harga saham PT. DCI Indonesia tersebut. Tetapi, pada bulan agustus sampai sekarang, seperti pada gambar yang telah dilampirkan, kondisi saham DCI sudah kembali normal.


2. Shopee



    Shopee berdiri tahun 2015 di 7 wilayah berbeda di Asia. Sejarah Shopee di Indonesia sendiri dimulai pada Desember 2015. Saat ini, Shopee dikelola oleh SEA Group yang merupakan perusahaan milik Forrest Li.

    Shopee didirikan dengan tujuan untuk menyediakan platform yang bisa digunakan baik oleh penjual maupun pembeli dari berbagai belahan Asia Tenggara demi tercapainya dunia yang lebih baik melalui kekuatan transformatif Teknologi. Tujuan Shopee juga untuk menawarkan pengalaman berbelanja dan berjualan online dengan berbagai macam pilihan produk, jasa fulfillment yang mudah digunakan dari beragam komunitas sosial.

    Sebagai perusahaan marketplace ternama di Indonesia, Shopee Indonesia juga memiliki visi dan misi seperti perusahaan pada umumnya. Visi Shopee Indonesia adalah untuk menjadi mobile marketplace nomor 1 (satu) di Indonesia. Dengan visi tersebut, Shopee tidak ada hentinya memberikan penawaran dan fasilitas yang bisa dinikmati secara terus menerus oleh penggunanya.

    Selanjutnya, untuk misi Shopee sendiri adalah untuk mengembangkan kewirausahaan bagi para penjual di Indonesia. Dengan hadirnya Shopee di Indonesia, para pemilik UMKM di Indonesia pun juga menjadi makmur karena memasarkan produk pun menjadi semakin mudah.

    Perkembangan Shopee di Indonesia bisa dikatakan sangat pesat dibandingkan dengan perkembangan marketplace lainnya. Perkembangan ini tentu saja dipengaruhi oleh fitur-fitur canggih yang disediakan oleh Shopee. Karena fitur inilah Shopee menjadi dikenal baik oleh masyarakat Indonesia sehingga beberapa di antaranya pun menulis makalah tentang Shopee sebagai bentuk dedikasi.

    Shopee mungkin tidak akan dilabeli sebagai marketplace sukses di Indonesia jika tidak memiliki fitur yang menarik. Fitur-fitur Shopee banyak memberikan kontribusi terhadap para penggunanya baik penjual maupun pembeli.

Fitur - fitur Shopee :

-    Gratis Ongkir

-    Cash on Delivery

-    Cashback dan Voucher

-    Shopee Koin dan Shopee Pay

-    Shopee Game

    Pendapatan Shopee diprediksi naik dua kali lipat dari US$ 2,2 miliar tahun lalu menjadi US$ 4,7 miliar pada 2021. Mayoritas pesanan di platform Shopee berasal dari Indonesia. Perusahaan teknologi asal Singapura, Sea Group memperkirakan pendapatan lini bisnis e-commerce yakni Shopee meningkat dua kali lipat pada tahun ini. Pasar utamanya yaitu Indonesia. Pendapatan Shopee diprediksi US$ 4,5 miliar-US$ 4,7 miliar atau sekitar Rp 64,5 triliun-Rp 67,3 triliun pada 2021. "Diproyeksi tumbuh 112,3% secara tahunan (year on year/yoy),” demikian isi laporan kinerja Sea Group pada kuartal IV 2020, dikutip dari Tech In Asia, Kamis (4/3). Sepanjang tahun lalu, pendapatan Shopee meningkat 159,8% yoy menjadi US$ 2,2 miliar (Rp 31,5 triliun). Jika dihitung dengan insentif penjualan bersih, maka nilainya mencapai US$ 2,5 miliar (Rp 35,8 triliun). Namun, pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA negatif US$ 1,3 miliar (Rp 18,6 triliun). Kerugiannya meningkat dibandingkan 2019 yang mencapai US$ 1 miliar (14,3 triliun). Khusus pada kuartal IV 2020, EBITDA yang disesuaikan minus US$ 427,5 juta (Rp 6,1 triliun). Nilainya juga meningkat dibandingkan 2019 yang sebesar US$ 306,2 juta (Rp 4,4 triliun). Meski begitu, pesanan kotor di Shopee sepanjang tahun lalu naik 132,8% yoy menjadi 2,8 miliar. Pada kuartal akhir saja, jumlahnya mencapai satu miliar.


Perusahaan International

1. Tencent


    Tencent merupakan perusahaan game yang jauh lebih besar dibandingkan oleh Nintendo. Tidak hanya bergerak di bidang game dan teknologi, Tencent ternyata juga bergerak dalam bidang film serta musik. Tencent didirikan oleh Ma Huateng atau yang lebih dikenal oleh Pony Ma yang merupakan salah satu pebisnis terkaya di Cina. Seperti yang disebutkan di atas, awal mulanya Tencent memiliki industri film yang melahirkan film Men in Black International, Top Gun dan juga Terminator.

    Selain itu, Tencent juga merupakan sosok yang berada di balik aplikasi chatting terkenal di Cina yaitu We Chat. Hingga kemudian Tencent memutuskan untuk terjun dalam bisnis industri game. Jika Nintendo menghabiskan waktu beberapa dekade untuk membangun franchise game dan karakternya dari nol, maka Tencent memiliki cara yang menarik untuk masuk ke dalam industri game ini. Tencent lebih memilih untuk berinvestasi atau membeli pada perusahaan-perusahaan pembuat game besar.

    Seperti contohnya, Riot Games. Di mana Riot Games ini berada di belakang games terkenal dunia yaitu League of Legends dan Teamfight Tactics. Tidak hanya Riot, Tencent juga memiliki saham sebesar 40% di Epic Games, publisher games asal Carolina Utara yang merilis game Fortnite.

    Tidak puas sampai di sana, Tencent juga memiliki saham kepemilikan yang lebih besar lagi sebesar 84%  di Supercell yang membuat game Clash of Clans, Clash Royale dan juga Brawl Stars. Selain itu, Tencent juga memiliki saham minoritas di game terkenal yaitu Call of Duty dan juga Assassin’s Creed.

    Dan yang lebih hebatnya lagi, Tencent ternyata merupakan partner bagi para publisher game ternama dunia agar game yang berasal dari Amerika bisa masuk ke China. Sebut saja Activision, Ubisoft, EA, Sony bahkan Nintendo pun bekerja sama dengan Tencent agar game mereka bisa masuk dalam industri game di Cina.

    Pada tanggal 18 Maret 2020 kemarin,  Tencent mengumumkan laporan keuangannya kepada publik. Total pendapatan yang didapat Tencent selama tahun 2019 kemarin sebesar $ 54,082 juta. Pendapatan ini mengalami peningkatan sebesar 21% dari pendapatan per tahun 2018.


2. Accenture plc

    Accenture plc adalah sebuah penyedia jasa profesional multinasional asal Irlandia. Masuk dalam daftar Fortune Global 500, perusahaan ini mencatatkan pendapatan sebesar $43,2 milyar pada tahun 2019 dan mempekerjakan 492.000 orang, untuk melayani klien di lebih dari 120 negara. Pada tahun 2015, perusahaan ini mempekerjakan sekitar 150.000 orang di India, 48.000 orang di Amerika Serikat, dan 50.000 orang di Filipina. Klien Accenture saat ini meliputi 91 perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune Global 100, serta lebih dari tiga perempat perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune Global 500. Perusahaan ini didaftarkan sebagai sebuah badan hukum di Dublin, Irlandia pada tahun 2009.

    Accenture memulai sejarahnya pada dekade 1950-an sebagai divisi konsultansi bisnis dan teknologi dari Arthur Andersen, saat mereka mengadakan studi kelayakan untuk General Electric dalam memasang sebuah komputer di Appliance Park di Louisville, Kentucky, yang kemudian mengarah pada GE memasang komputer dan mesin pencetak UNIVAC I, yang dipercaya merupakan penggunaan komputer secara komersial pertama di Amerika Serikat. Joseph Glickauf, seorang pelopor konsultansi komputer, pun menjabat sebagai kepala divisi layanan administratif di Arthur Andersen.

    Pada tahun 1989, Arthur Andersen dan Andersen Consulting menjadi unit bisnis terpisah di bawah Andersen Worldwide Société Coopérative (AWSC). Selama dekade 1990-an, ada ketegangan antara Andersen Consulting dan Arthur Andersen. Andersen Consulting membayar Arthur Andersen hingga 15% dari labanya per tahun (sesuai ketentuan dari pemisahan pada tahun 1989, bahwa unit bisnis yang labanya lebih banyak – entah AA atau AC – membayar unit bisnis yang labanya lebih sedikit, sebesar 15% dari labanya), sementara pada saat yang sama, Arthur Andersen juga berkompetisi dengan Andersen Consulting melalui unit layanan konsultansi bisnis bernama Arthur Andersen Business Consulting (AABC) yang baru dibentuk. Perselisihan tersebut pun memuncak pada tahun 1998 saat Andersen Consulting membayar 15% untuk tahun itu dan tahun-tahun berikutnya ke eskro dan mengeluarkan klaim pelanggaran kontrak kepada AWSC dan Arthur Andersen. Pada bulan Agustus 2000, sebagai hasil kesimpulan arbitrase dengan Kamar Dagang Internasional, Andersen Consulting memutus semua hubungan kontraktual dengan AWSC dan Arthur Andersen. Sebagai bagian dari penyelesaian arbitrase, Andersen Consulting pun membayar sejumlah uang di eksro ($1,2 milyar) ke Arthur Andersen, dan diwajibkan mengubah namanya.

    Pada tanggal 1 Januari 2001, Andersen Consulting resmi mengubah namanya menjadi "Accenture". Kata "Accenture" berasal dari "Accent on the future". Nama "Accenture" diusulkan oleh Kim Petersen, seorang pegawai di kantor Oslo, Norwegia, sebagai hasil dari sebuah kompetisi internal. Andersen merasa bahwa namanya harus merepresentasikan keinginannya untuk menjadi pemimpin dan pemain besar di industri konsultansi global, serta ingin agar namanya tidak terlihat ofensif di negara manapun Accenture beroperasi.

    Pada tanggal 19 Juli 2001, Accenture melalukan penawaran umum perdana di Bursa Saham New York dengan harga $14,50 per lembar saham, dengan Goldman Sachs dan Morgan Stanley bertindak sebagai penjamin emisi utama. Saham Accenture pun ditutup pada hari itu dengan harga $15,17, dengan harga tertinggi pada hari itu adalah $15,25. Pada hari itu, Accenture berhasil mengumpulkan dana hampir $1,7 milyar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengelolaan Web

Search Engines

Ekonomi Web